Alon-alon waton kelakon

Siang ini, masih terbayang kecelakaan yang terjadi di depan rumah pagi tadi. Bunyi, ta,,rrrrr,,rrrrrrrr, seakan masih terngiang di telinga. Hingga perjalanan dari rumah ke kampus, masih agak deg-deggan, apalagi jalan raya Solo-Sragen yang lumayan rame. Nggak tau kenapa, depan rumahku rawan sekali terjadi kecelakaan, padahal jalannya nggak nikung. Dan pagi hari inipun, di kejutkan suara lengkingan dan tubrukan antara 2 sepeda motor. Aku melihatnya, 2 anak sekolah dan satu bapak-bapak yang mw berangkat kerja, terseret beberapa meter. Ya Allah, dasarnya aku ini nggak tahan, pasti langsung nangis. Aku ikut lari, bukan pengen nonton seperti “bunuh diri” kemarin, tapi ingin menolong tentunya. Bapakku spontan langsung lari, menolongnya. Di tengah jalan, aku lihat yang bapak-bapak terbujur tak bergerak, lebih lagi nggak pake helm.Tapi kenapa nggak langsung di bopong sama orang-orang, huh, ingin aku mendekat, tapi apa daya?? Lalu aku mendekati yang anak SMA, aku lari ke rumah lagi, mengambil betadin, sikunya berdarah. Setelah aku kembali ke Anak SMA tadi, ia mengerang sangat keras, keras sekali, “Tolong pak, Sakiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiittttttttttttttttttttttttttttttt”! berkali-kali, ia memegangi lututnya, tak ada darah disana, jangan-jangan?? (pikirku, kakinya patah). Kerumunan Warga semakin memenuhi jalan, Singkat cerita, setelah mobil datang, yang anak SMA segera di naikkan, sedangkan si bapak di bopong ke rumah tetanggaku, padahal aku khawatir bgt, nek sik bapak gegar otak. Mobil yang membawa si anak, nggak jalan-jalan, malah dikerumunin bnyk orang, saling berdebat, ni anak mau dibawa ke RS mana?? Ke Ortopedi langsung, atau ke klinik dekat rumah. Aku nggak tahan, adeknya itu udah mengerang kesakitan, mbok ya cepet-cepet di putuskan, di bawa ke klinik terdekat, biar dapat pertolongan dulu, kan kasian. Ini malah jadi tontonan. Setelah rembugan, akhirnya tu anak dibawa ke ortopedi, cz kayaknya kakinya patah beneran. Si bapak udah siuman, tapi beliau bingung, tadi saya kenapa?? Kemudian di bawa ke klinik, belakang kepalanya berdarah (kenapa nggak dari tadi?)

Kerumunan masih rame, aku nggak tau pasti, siapa yang salah dalam kecelakaan ini. Tapi, kalau keadaan kayak gini, mbok iya o, diselesaikan dengan kepala dingin, bukannya rame, eyel-eyelan, saling menyalahkan dan saling menuntut, suasana malah semakin panas, astagfirullah. Kalau bisa diselesaikan dengan kepala dingin, dengan cara baik-baik, kenapa harus pake emosi??. Jadi teringat nasehat bapak, beliau selalu mewanti-wanti tiap aku berangkat kuliah, “Kalo naek motor itu ati-ati nduk, ngalah, nggak usah nyalib, kadang di rewangi ati-ati masih bisa ciloko!”. Sekarang, aku nggak berani “ngebut” kayak dulu lagi, teringat motor tua kesayanganku yang sepertinya nggak mau di bawa lari lagi,hehe. Biar pelan, asal Selamat.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

2 komentar:

heri_must mengatakan...

serem tnan to fii....hihih aq yang baca we trauma ug..syo kwe sing delok dewe...hiiii

genduk ayu mengatakan...

ya ampun tetehQ ati2 nek muleh...
xixi..tua2 g2 kn pacar yang setia???(motormu maksutq teh!!!)
musuhe sumber kencono!!inget kebiasaan buruke di jalan ngejar2 stiker di mobil>>>hwakaka...
pisssss!!!!