Sedikit "Pelajaran" ketika mengantar si kecil
Sudah beberapa hari ini saya ditugaskan mbak saya mengantarkan sekaligus menemani koponakan saya sekolah PAUD. Si kecil nggak mau sekulah kalau nggak ditemenin, ya sudah akhirnya saya mau menungguinya sampai sekulah selesai. Hitung-hitung cari hiburan karena di rumah sepi (dan siapa tau dapat bekal buat mendidik si jagoan kecil kelak). Kalau di PAUD
Namun di hari berikutnya ada sedikit yang mengganjal di benak saya. Anak Balita, adalah masa dimana anak-anak ‘bermain’. Memang di sekitar usia sampai 4 tahun yang disebut dengan periode emas si kecil, sehingga para orang tua mulai mengajarkan berbagai hal pada si kecil, termasuk; calistung (baca, tulis, hitung). Nah, ditempat keponakan saya sekolah, ternyata juga sudah diajari, menulis dan membaca. Namun, sama sekali tidak mengajari anak-anak untuk bernyanyii. Waaaw, bisa dibayangkan, betapa jemu dan jenuhnya mereka. Dan ketika mau pulang, bu guru pun memberinya PR. Wah, wah, saya agak tersentak juga, karena sebelumnya saya rajin membaca metode parenting, PAUD dan artikel dari para pakar. Menurut mbak Dina Y Sulaeman (penulis buku Doctor Cilik); Di Jerman, mengajarkan membaca ke anak di bawah 6 thn dianggap sebagai bentuk kekerasan kepada anak. Seorang teman yang psikolog juga bilang demikian. Dan banyak sumber lainnya. Tapi, melihat sebagian anak-anak yang antusias pada huruf dan angka, bagaimana yaaa?? Mungkin ada metode yang menyenangkan??hmm
Di PAUD yang lain, kebetulan di kampung saya tercinta, memang metodenya tidak berbasis islami(ex; diajarin hafalan hadist,menulis dan membaca iqra), tapi disini anak-anak lebih ‘terlihat’ riang-gembira, karena lebih banyak diajarin menyanyi ramai-ramai, tepuk anak sholeh dan tepuk yang lain, tebakan warna, bermain membuat bangunan dari lego dan memang sama sekali tidak di ajari calistung dan hafalan. Nek menurut saya pribadi, memang benar apa yang di katakan oleh Pak Sudjarwo, Direktur Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Ditjen PNFI Kemendiknas (Republika, 18 Juli 2010), bahwa; ” Anak usia di bawah
Sekolah PAUD yang bagus justru sekolah yang memberikan kesempatan pada anak untuk bermain, tanpa membebaninya dengan beban akademik (memberikan PR misal), termasuk calistung. Dampak memberikan pelajaran calistung pada anak PAUD, menurut Sudjarwo, akan berbahaya bagi anak itu sendiri. ''Bahaya untuk konsumen pendidikan, yaitu anak, terutama dari sisi mental,'' cetus beliau. Memberikan pelajaran calistung pada anak, dapat menghambat pertumbuhan kecerdasan mental. ''Jadi tidak main-main itu, ada namanya 'mental hectic', anak bisa menjadi pemberontak.'' . Kesalahan ini sering dilakukan oleh orang tua, yang seringkali bangga jika lulus TK anaknya sudah dapat calistung. Untuk itu, Sudjarwo mengatakan, Kemendiknas sedang gencar mensosialisasikan agar PAUD kembali pada fitrahnya. Sedangkan produk payung hukumnya sudah ada, yakni SK Mendiknas No 58/2009. ''SK nya sudah keluar, jadi jangan sembarangan memberikan pelajaran calistung,'' jelasnya.
Sejenak saya membandingkan dua PAUD yang telah saya lihat; di tempat keponakn saya belajar dan di kampung saya sendiri (beberapa kali ikut maen sama balita disini). Mencolok sekali perbedaannya kan. Yang satu sejak dini diajari beberapa hadits, membaca tulisan arab, menulis angka dan berhitung tetapi tanpa memberi ruang bagi anak-anak untuk sekedar bernyanyi dan tepuk tangan bebarengan , di satu sisi yang laen benar-benar memberi ruang dan hak bagi anak-anak untuk ’bermain’ (dan belajar dg mengexplore sendiri apa yang ditemui) meski tanpa di ajari baca qur’an atau hafalan hadits. Lekat saya menatap keponakan kecil saya, dia paling pemalu di kelas, tidak secerewet teman-temannya, dan memang tidak terlalu pintar. Dia mulai tumbuh ’keberaniannya’ , bisa bersosialisasi dengan teman-temannya dan lebih bisa berceloteh riang di kelas, itu sudah merupakan peningkatan besar buat saya (tentu untuk ibunya juga). Sederhana saja kan, namanya juga Play Group, kelompok bermain, harusnya tidak ada beban akademis untuk mereka. Hmm, lingkar fikir saya masih terlalu sempit, masih perlu belajar banyaaakk. Mungkin dengan banyak sharing dengan senior, membaca artikel, banyak baca buku akan menambah pengetahuan saya. So, yuuuk temans, nggak ada salahnya kok kita belajar parenting dari sekarang. Jangan karena kita masih kuliah, belum nikah lantas cuek aja dengan hal yang beginian.:)
1 komentar:
apa yang saya cari, terima kasih
Posting Komentar