Bukan cantikmu yang aku cari

Ini bukan dongeng, hanya kisah cinta indah yang tak biasa. Teuku Usman adalah seorang pemuda keturunan bangsawan. Ia tampan, sangat tertarik pada Islam, seorang pejuang kemerdekaan yang gigih, menyukai ilmu kimia dan piawai memainkan biola. Suatu hari Usman diundang ke kota Medan, untuk memainkan biolanya di hadapan para tentara Belanda. Usman bersedia karena hal tersebut merupakan bagian dari upayanya untuk menyelusup, mengetahui banyak hal tentang kekuatan Belanda yang menjajah negerinya. Komandan tentara tersebut bahkan mengira Usman adalah anak “bangsawan yang manis”, bukan seorang pejuang kemerdekaan yang idealis. Sampai di Medan, Usman langsung mencari penginapan. Di kota yang dianggapnya indah itu, tiba-tiba terbersit keinginan pemuda berusia belum 20 tahun itu untuk menikah. Maka hal pertama yang ia tanyakan pada resepsionis hotel setelah memesan kamar adalah: “Apakah di sini ada gadis baik hati untuk saya nikahi?” Tentu saja resepsionis itu tersentak, “Maksud Tuan untuk menemani di hotel ini atau untuk menikah?” Usman tersenyum. “Tentu saja menikah. Saya ingin menikah dengan gadis baik hati di daerah ini. Syaratnya tak banyak, yang penting ia mengenakan kerudung.” Sang resepsionis makin bingung. Bagaimana mungkin seorang yang tampil sempurna di hadapannya mencari istri dengan kriteria “minimal” seperti itu? “Tolong bantu saya,” kata Usman. “Seusai konser, kalau bisa dalam minggu ini, saya ingin menikah. Ingat, gadis baik hati yang berkerudung.”

Sebelum Usman berlalu, sang resepsionis berkata; “Ada seorang gadis, saudara saya. Ia sangat baik hati, juga memakai kerudung. Tapi…ia sangat biasa. Mungkin bagi Tuan ia akan kelihatan buruk rupa. Arfah adalah kecintaan masyarakat di sini.” Usman tertawa. “Itu juga oke. Saya ingin menikah. Bukan main-main,” tukas Usman. Ia selalu merasa tak nyaman dikerubungi para perempuan Belanda maupun pribumi, saat memainkan biolanya di berbagai tempat. Banyak di antara mereka yang merayu, bahkan bersedia menyerahkan diri padanya. Usman bergidik sendiri. Hanya iman yang tak menyeretnya jauh bersama perempuan-perempuan itu.

Maka keesokan harinya, usai bermain biola di hadapan para tentara Belanda (seraya menyelidiki kekuatan mereka), Usman pun kembali ke hotel. Oleh sang resepsionis, Usman dibawa ke rumah saudaranya, gadis baik hati dan berkerudung yang mungkin cocok dengan Usman.

Tak sampai sebulan setelah peristiwa itu Usman menikahi Arfah, gadis tersebut. Mereka hidup bahagia, saling mencintai dan dikaruniai 13 orang anak. Arfah memang tak secantik para perempuan yang sering dilihat Usman dalam konser-konser biolanya, tapi Usman menyebut Arfah yang aktif dalam kegiatan sosial dan keagamaan itu sebagai “Sang menggetarkan.” Bagi Usman, pancaran hati Arfah yang berbudi dan penuh kasih sangat menggetarkan dan mendamaikan jiwanya. Di matanya Arfah yang dianggap orang “biasa saja” menjelma perempuan tercantik di dunia. Dari mereka kita belajar tentang cinta yang suci. Cinta yang menempatkan ukuran fisik hanya di nomor 10, dari 10 kriteria.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

1 komentar:

Alfinna mengatakan...

jadi gak perlu cantik asal baik hati ya non???

hehe

baik hati baik hati baik hati.............