Raja `ibn Hayyawah bercerita, ``Aku bersama Umar ibn al Aziz saat ia menjadi gubernur di sebuah propinsi. Ia mengutusku untuk membelikan baju untukknya. Maka aku membeli baju seharga 500 dirham. Ketika ia melihat baju itu ia berkata ,``Baju ini sebenarnya bagus seandainya tidak murah harganya.``
Setelah menjadi khalifah kaum muslimin, ia mengutusku untuk membelikan baju untuknya. Lalu aku membeli sebuah baju seharga 5 dirham. Ketika ia melihatnya ia berkata,`` Baju ini sebenarnya bagus, andai tidak mahal harganya!``
Raja` lanjut bercerita, `` Saat aku mendengar ucapannya aku menangis. Maka Umar bertanya padaku, ``Apa yang menyebabkan kamu menangis wahai Raja`?``Aku menjawab, ``Aku teringat bajumu yang dahulu aku belikan untukmu dan aku ingat apa komentarmu terhadapnya. ``Maka Umar mengungkap rahasia sikap dia kepada Raja` ibn Hayyawah. Ia berkata,`` Wahai Raja`, jiwaku ini adalah jiwa perindu. Tidak pernah aku merealisasikan sesuatu kecuali aku merindukan sesuatu yang lebih tinggi dari sebelumnya. Aku merindukan menikah dengan anak pamanku , Fathimah binti `Abd al-malik maka akupun berhasil menikahinya. Kemudian jiwaku merindukan menjadi amir maka aku pun juga mendapatkannya. Lalu jiwaku merindukan kekhalifahan maka akupun dapat meraihnya. Nah, sekarang wahai Raja` jiwaku merindukan syurga. Aku berharap aku bisa menjadi penghuninya.``
Umar mendengar berita bahwa salah seorang anaknya membeli sebuah cincin dan membelikan untuk cincin tersebut sebuah batu cincin seharga seribu dirham. Maka Umar menulis kepada anaknya,``Telah sampai kabar kepadaku bahwa kamu membeli batu cincin untuk cincin yang kamu pakai seharga seribu dirham. Juallah cincin itu dan kenyangkanlah dengan (uang) hargaya seribu orang yang lapar. Belilah cincin besi dan berilah ukiran padanya, ``semoga Allah memberi rahmat kepada orang yang menyadari kadar kemampuan dirinya.``
Subhanallah,,,itulah Umar bin Abdul Aziz kawan.
Mm, seandainya kita menjadi seorang pemimpin,,akankah kita bisa meneladani beliau?:)
Bersemangatlah mengekspresikan cinta. Karena dengan semangat dan niat baik, kesalahan pun tetap bermakna. Seperti kisah pengelana yang salah ucap.
Suatu hari, demikian Rasulullah berkisah sebagaimana Al Bukhari meriwayatkan, seorang musafir dari Bani Israil melintas gurun luas. Untuk mengarungi padang pasir yang tak tampak batasnya itu, ia menyiapkan bekal lengkap beserta unta kesayangannya. Air, makanan, pakaian, dan semua keperluan perjalanan ia bebankan pada punggung sang unta, sementara ia berjalan menuntun di samping hewan itu, berlindung dari terik mentari pada bayang-bayangnya.
Saat sampai di sebuah oase, sejenak dia beristirahat. Dia mencuci muka, minum, dan mengisi kantong airnya. Lalu ia berbaring memejam mata di bawah sebatang pokok tua. Sejenak saja. Tapi begitu ia membuka mata, sang unta beserta seluruh bekal yang dihelanya telah lenyap dari pandangan.
Bekalnya menghilang. Untanya kabur. Harapan hidupnya menguap. Panikpun menyergap.
Bagai orang gila dia berteriak-teriak memanggil untanya. Ia mencoba mencari, berlari ke sana-kemari sambil berseru-seru. Terseok-seok mengarungi pasir sembari terus menajamkan pandangan, ia berteriak lagi. Berlari lagi. Lalu menangis. Berlari lagi. Berteriak lagi.
Sampai akhirnya tenaganya habis. Keringatnya kering terperas. Pandangannya mengabur. Kesadarannya turun ke titik terrendah. Dan iapun jatuh. Pingsan.
Tak terasa semalam terlewati. Saat pagi dan mentari menyengatnya dengan sinar hangat, perlahan ia siuman. Pelan dibukanya mata, dihimpunnya sisa kesadaran dan pertama kali yang tampak di matanya adalah.. Untanya, beserta seluruh bekalnya, kini teronggok di depannya! Ada di situ! Benar-benar nyata tanpa kurang suatu apa!
Dadanya bergemuruh.. Kebahagiaannya meluap! Dan ia ungkapkan rasa syukurnya dengan meloncat sambil berteriak keras-keras, ”Allahumma Anta ’abdii wa ana Rabbuk! Ya Allah, Engkaulah hambaku dan akulah tuhanMu!”
Bukankah ini kalimat paling munkar yang pernah terucap dari seorang makhuluq? Bahkan jahatnya melebihi Fir'aun yang berkata, "Akulah tuhanmu yang paling tinggi."
Ya.. Kalimat ini memang salah. Tapi salah ucap, dengan semangat tinggi dan niat baik, nyatanya tetap dihargai di sisi Ilahi. Ia Maha Tahu, Ia Maha Memahami, dan semangat untuk bersyukur dan membukti cinta padaNya akan berbalas indah. ”Allah tertawa mendengar kalimat orang itu”, kata Sang Nabi, ”Mengampuni dosanya, dan memasukkannya ke dalam surga!”
bulan mei, juni,,,bulan yang begitu indah, menawanlangit malamku bertaburan berjuta bintang,,subhanallahapalagi bintang merah cantikku,,tersenyum lebih awal meski dengan sinar yang redup,,dan kini kebahagiaanku bertambah lagi,,2 bulan ini, lima sahabatku telah menggenapkan setengah diennya :)alhamdulillah,, akhirnya bulan purnama juga^_^hari- harimu kini tak akan lagi sepi kawan,karena di sampingmu kan selalu ada pangeran yang setia mendampingimu, menjagamu, serta mengukir senyum manismu,,
Izinkan bahagiamu aq rasakan kawan,,,doakan aku agar bisa menjalani hari- hari penantian dengan kesabaran...hingga Allah memberiku tempat berlabuh suatu saat nanti, insyaAllah,,,
Jadikan keluarga kecilmu bernama,,,,,,,,,,,
''surga''.............................................